Mencoba Praktik Gaya Hidup Berkelanjutan, Pendamping Ketua Delegasi G20 EdWG Ikuti Lokakarya Jamu
Nusakini.com--Bali--Selain mendapatkan pengalaman menari dan melihat lokakarya lokal Bali, para pendamping ketua delegasi G20, anggota Dharma Wanita Persatuan Kemendikbudristek, serta Itje Chodijah, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) juga mengikuti lokakarya jamu pada hari Kamis (01/09) yang merupakan rangkaian kegiatan dari spouse program Kelompok Kerja Pendidikan G20 (Education Working Group/EdWG).
Pendamping ketua delegasi G20 serta anggota Dharma Wanita Persatuan Kemendikbudristek diajarkan membuat dua macam jamu, yaitu kunyit asam dan beras kencur menggunakan metode tradisional, mulai dari menimbang, mengupas, menumbuk, hingga menyeduh bahan baku.
Jamu merupakan warisan tradisi budaya Indonesia yang namanya berasal dari bahasa Jawa Kuno ‘jampi’, yang berarti ‘memantra’ atau ‘berdoa’. Jampi memiliki makna yang sepadan dengan usada yang berarti ‘pengobatan’, sehingga bermakna penyembuhan menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa.
Sejalan dengan agenda Pertemuan Tingkat Menteri di bidang Kebudayaan G20 (G20 Culture Ministers’ Meeting) pada pertengahan September, lokakarya jamu termasuk salah satu bentuk penerapan tradisi budaya Indonesia yang selaras dengan praktik baik gaya hidup berkelanjutan. Ramuan jamu dibuat menggunakan berbagai jenis tumbuhan dan bahan alami lain. Mengonsumsi jamu dipercaya mampu membantu meningkatkan kualitas hidup.
Keunggulan jamu sebagai warisan budaya Indonesia juga telah mendapatkan apresiasi dari Kemendikbudristek dan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) UNESCO pada 25 Maret 2022.
Made Ayu Aryani, ahli jamu yang memandu lokakarya jamu menyatakan harapannya kepada generasi muda untuk meneruskan dan melestarikan jamu sebagai warisan budaya Indonesia dengan semangat gotong royong. “Zaman dahulu, laki-laki biasanya yang mencari obat-obatannya dan perempuan yang membuat jamunya. Itu adalah bentuk gotong royong. Oleh karena itu, kita perlu bersama-sama memberikan pendidikan untuk generasi muda sehingga pengetahuan turun temurun itu tidak punah. Kearifan lokal itu perlu terus dilanjutkan, dan jangan sampai hilang,” tuturnya.(rilis)